Buat kamu orang Bandung yang mencari materi membaca bahasa Jepang cetak yang murah meriah, kamu bisa datang ke toko buku Reading Lights. Alamat lengkapnya ada di Jalan Siliwangi no. 16 (tidak terlalu jauh dari ITB). Saya baru-baru ini ke sana, dan artikel ini adalah sedikit ulasan tentangnya.
Begitu masuk Reading Lights, kamu akan menemui banyak rak buku. Buku-buku di Reading Lights adalah buku bekas sehingga bisa dibeli dengan harga yang murah. Kebanyakan bukunya berbahasa Inggris, namun kamu juga bisa menemui koleksi buku atau majalah berbahasa Jepang dan bahasa lainnya seperti Perancis, Jerman, China, dan Belanda.
Kamu bisa membaca-baca dengan gratis, bahkan sambil menikmati hot spotnya. Kita juga bisa memesan minuman di sana. Suasananya adem, tenang, dan nyaman untuk terbenam dalam buku-buku. Para stafnya juga sangat bersahabat dan membantu.
Koleksi buku bahasa Jepang mereka sendiri relatif agak terbatas, namun saya rasa kamu bisa menemukan yang menarik minatmu. Ada majalah Bungei Shunjuu yang banyak berisi esai-esai dan artikel-artikel layaknya pada Reader’s Digest. Ada majalah Yahoo! Internet Guide buat mereka yang tertarik dengan komputer. Ada Orange Page untuk makanan dan kuliner. Ada berbagai komik shoujo dan terjemahan bahasa Jepang dari buku cerita luar negeri. Ada juga majalah yang ditujukan untuk wanita dengan tulisan-tulisan tentang fashion maupun kecantikan seperti Maple dan Bene Bene. Masih ada beberapa yang lain, jadi silahkan datang sendiri dan lihat-lihat koleksinya.
Yang paling menggiurkan di sini adalah harganya. Waktu saya mengunjungi Reading Lights beberapa waktu yang lalu, majalah-majalah bahasa Jepang dengan label harga lama Rp. 10.000 diturunkan menjadi Rp. 3.500 di counter. Bayangkan saja betapa senangnya saya bisa mendapat Bungei Shunjuu yang dipenuhi teks jepang sebanyak kurang lebih 500 halaman dengan harga yang murah!
Saya sudah pernah ke Reading Lights dua kali. Waktu pertama kali ke sana untuk membeli beberapa majalah, saya masih kepayahan bahkan untuk membaca satu paragraf saja. Setiap berganti kata, saya perlu menyelidiki kanjinya dan membuka-buka kamus. Dengan kecepatan membaca merangkak seperti itu, rasanya bukan seperti membaca tapi seperti menguak tulisan kuno misterius. Ditambah lagi, walaupun sudah menyelidiki kata-kata yang muncul di kalimatnya menggunakan kamus, seringkali saya masih bingung menangkap maksud kalimatnya secara keseluruhan.
Saya tidak membaca habis semua yang saya beli pertama kali tersebut. Saya bahkan ragu apa 10%-nya terbaca. Karena banyak halaman pilihan, kalau bosan atau lelah di tengah suatu artikel saya tinggal loncat ke artikel lainnya. Yang penting bukannya menyelesaikan membaca suatu tulisan dari awal sampai akhir, tapi terus membaca dan membaca walaupun loncat-loncat.
Fast forward beberapa tahun ke depan, saya rasa semua itu ada hasilnya. Saya mencoba membaca-baca majalah yang saya beli kemarin, dan walaupun sekarang masih sesekali perlu kamus untuk pemahaman total, frekuensi penggunaannya sudah jauh berkurang. Kanji baru yang muncul pun nyaris tidak ada. Bahkan, untuk artikel-artikel yang tidak terlalu “teknis” atau “akedemis”, saya bisa saja membacanya di kasur tanpa kamus dengan melewati atau menebak hal-hal yang tidak bisa dibaca dan tetap memahami sebagian besar isinya.
Kalau ada buku-buku tergeletak di rumah, pasti kita akan tergoda untuk membacanya. Oleh karenanya, coba saja datang ke sana dan iseng membeli beberapa. Mungkin efeknya tidak akan terlihat hanya dari sehari atau dua hari membaca, tapi kalau kamu terus berlatih pasti ada hasil yang signifikan setelah waktu yang cukup panjang.
Harapan saya adalah agar koleksi bahasa Jepang di Reading Lights semakin bertambah. Sebagai contoh, selain manga shoujo alangkah baiknnya kalau ada manga shounen misalnya. Lalu mungkin kalau punya majalah-majalah yang berhubungan dengan kultur pop misalnya musik, anime, dan idol (Kindai, BLT, dsb), akan menarik juga pembaca yang tertarik dengan budaya Jepang walaupun belum terlalu belajar bahasanya. Terakhir, selain majalah alangkah baiknya kalau punya juga koleksi novel asli Jepang (novel klasik Natsume Soseki atau Suzumiya Haruhi misalnya, bukan novel Inggris terjemahan) dan buku non-majalah. Reading Lights membeli buku-buku bekas jadi kalau kamu punya koleksi yang sudah tidak dibaca lagi mungkin bisa dijual ke sana agar berguna buat pelajar lain.
Kalau kamu berada di daerah lain misalnya Jakarta, Jogja, atau Bali dan tahu toko-toko buku bekas yang menyediakan buku bahasa Jepang, silahkan tulis di komentar! Lalu, kalau kamu punya majalah atau buku Jepang favorit yang ingin muncul di toko buku-toko buku seperti Reading Lights, beri tahu juga ya!
]]>Bahasa Jepang adalah bahasa yang sangat berwarna. Terdapat berbagai cara untuk mengungkapkan hal yang pada dasarnya sama, dan ini dipengaruhi oleh faktor seperti hubungan antara pembicara, umur pembicara, dan latar belakang atau sifat pembicara.
Sebagai contoh, untuk meminta atau membuat orang lain agar makan, kita bisa menggunakan berbagai cara berikut dengan nuansa yang sangat berbeda (semuanya menggunakan kata dasar taberu yang berarti “makan”):
Tentunya masih banyak cara lainnya, dan lingkup penggunaan contoh di atas tidaklah saklek. Sebagai contoh, “tabete” dan “tabenasai” bisa juga digunakan kepada tamu (masing-masing dengan kesan santai dan agak tegas dalam artian baik).
Di sini, media seperti anime, dorama, dan manga merupakan cara yang hebat untuk menemui beragam bentuk bahasa Jepang. Dengan berbagai setting dan tokoh yang berbeda, kamu akan terbiasa mendengar bermacam gaya bahasa dan perlahan-lahan mengerti kapan harus menggunakan yang mana. Sebagai orang asing, ini mungkin bisa jadi wahana pencarian jati diri juga: Dengan bahasa Jepang seperti apa aku ingin berbicara? “ore no hanashikata, monku aru?!?” (Lu ada masalah ama gaya bicara gue?!?)
“Arigatou gozansu“. Ha? Apa? (dari dorama Jin)
Tidak hanya variasi bahasa mulai dari cara bicara anak-anak sampai yakuza yang bisa ditemui di zaman modern, pada anime Samurai X kamu bisa menjumpai gaya bahasa samurai zaman Meiji, pada dorama Jin kamu bisa melihat bagaimana para Oiran zaman Edo menggunakan akhiran -arinsu, dan pada anime atau game Air kamu bisa mencicipi bahasa Jepang zaman Heian yang jauh lebih tua lagi.
“Ryuuya-dono mo tamesu ga yoi“. (Ayo cicip, Tuan Ryuuya) (dari anime Air)
Menyadari efektifnya media-media tersebut untuk membuka wawasan bahasa Jepang, Japan Foundation mengembangkan situs Japanese in Anime & Manga. Di situ, terdapat modul-modul interaktif untuk mempelajari bahasa-bahasa yang muncul di media-media tersebut. Sebagai contoh, di modul “Character expression” kamu bisa mendengar dan membandingkan bagaimana 8 karakter berbeda mengungkapkan hal untuk situasi yang sama. Tentu fokusnya lebih ke arah ragam bahasa modern, jadi jangan harap bahasa zaman Heian muncul di situs tersebut.
Terdapat mode kanji, kana, dan romaji untuk tulisan Jepangnya yang bisa diubah lewat tombol kanan atas. Setelah mempelajarinya, terdapat juga mode kuis untuk menguji pemahaman kalian.
Untuk modul “Love Word Quiz”, kalian menebak arti dari kata-kata bahasa Jepang. Selain itu, kalian juga bisa melihat contoh penggunaan kata tersebut di manga (dengan terjemahan Inggrisnya) dan juga melihat halaman manga aslinya!
Karena situs ini baru dibuka, modul yang tersedia baru sedikit. Namun mereka berencana untuk membuat modul-modul tambahan, jadi sementara menikmati modul yang saat ini sudah ada, ke depannya situs ini akan semakin berguna.
Kunjungi situsnya di http://anime-manga.jp dan selamat bersenang-senang. Namun tentunya yang paling utama adalah menikmati media aslinya, jadi jangan lupa banyak-banyaklah menonton anime, film, maupun dorama (berani tanpa sub?) dan membaca manga (yang belum diterjemahkan)!
]]>Di atas kalian bisa melihat komik Kariage-kun. Apa yang lucu dari gambar di atas?
Inti lawakannya adalah bahwa Kariage-kun (orang yang iseng) mengikuti suatu peribahasa (kotowaza) di Bahasa Jepang:
溺れる (oboreru): tenggelam
者 (mono): orang
藁 (wara): jerami
掴む (tsukamu): menangkap, mengambil, menggapai, memegang
Arti peribahasanya adalah bahwa pada keadaan susah atau bahaya, orang akan mati-matian menggunakan bantuan apapun walaupun misalnya hal/benda yang bersangkutan sebenarnya tidak berguna.
wara o (mo) tsukamu (menggapai/berpegangan pada jerami) sendiri bisa digunakan untuk menggambarkan situasi yang sangat gawat atau benar-benar tidak ada harapan.
Ini contoh kalimatnya:
藁 (wara): jerami
掴む (tsukamu): menangkap, mengambil, menggapai, memegang
思い (omoi): perasaan
始める (hajimeru): memulai
商売 (shoubai): usaha, bisnis
今 (ima): sekarang
支店 (shiten): toko cabang
出す (dasu): mengeluarkan
ほど (hodo): menyatakan derajat/batas
なる (naru): menjadi
Terakhir, di sini gabungan o (を) dan mo (も) maknanya mirip de sae mo atau de sura mo (bahkan). Kalau objek suatu kalimat ingin dijadikan topik juga, jangan gunakan o wa atau o mo, namun cukup wa atau mo saja. Contohnya adalah sakana mo tabeta (makan ikan juga), BUKAN sakana o mo tabeta.
Banyak lawakan pada komik Jepang yang hanya bisa dimengerti sepenuhnya kalau kita tahu latar belakang budaya di dalamnya. Kalau kapan-kapan saya menemukannya lagi, akan saya posting di sini …
]]>