Di episode sebelumnya kita telah berkenalan dengan partikel topik wa. Kali ini kita akan mengenalnya lebih jauh, yaitu penggunaannya bersama verba.
Kalau kamu perhatikan pembahasan kita mengenai konjugasi nomina dan adjektiva, misalnya adjektiva-i, kamu bisa melihat bahwa adjektiva bisa berada pada bentuk taklampau dan lampau. Contohnya adalah samui (dingin, taklampau) dan samukatta (dingin, lampau).
Konsep ini disebut kala (tense) dan tidak dikenal pada bahasa Indonesia. Misalnya, pada kalimat “Sekarang dingin” dan “Kemarin dingin” kata “dingin” tidak mengalami perubahan walaupun menunjuk pada dua konsep waktu yang berbeda. Bahasa Indonesia mudah ya ?
Di bahasa Jepang, kala pada verba juga dibagi menjadi bentuk taklampau dan lampau. Kita belum mempelajari konjugasi lampau verba, tapi dari namanya sudah jelas bahwa bentuk lampau digunakan untuk menunjuk kejadian di masa lalu. Di lain pihak, verba yang diambil mentah-mentah dari kamus misalnya aruku (berjalan) akan memiliki kala “taklampau”, dan kita akan mempelajari berbagai penggunaannya di sini.
Sebenarnya ini adalah pembahasan yang intrinsik dengan verba, bukan dengan partikel topik wa. Hanya saja, dengan menggunakan partikel wa kita bisa mengangkat contoh-contoh kalimat yang lebih kongkrit. Secara bersamaan kita juga akan lebih menguasai penggunaan partikel wa.
Bentuk taklampau verba bisa digunakan untuk menyatakan kebenaran umum. Inilah contohnya:
馬 (uma): kuda
走る (hashiru): berlari
鷲 (washi): burung elang
飛ぶ (tobu): terbang
鯨 (kujira): ikan paus
泳ぐ (oyogu): berenang
Perhatikan bahwa kita masih menggunakan terjemahan literalnya yaitu “Mengenai…” agar membiasakan diri dengan cara berpikir orang Jepang yang sebenarnya. Kalimat tersebut bermakna “Kuda berlari. Burung elang terbang. Ikan paus berenang.” Semuanya menunjuk pada kebenaran umum: Kuda adalah binatang yang berlari, entah itu dulu, saat ini, maupun di masa depan. Jadi bentuk taklampau bisa digunakan untuk membuat pernyataan yang selalu benar kapanpun waktunya.
Bentuk taklampau juga bisa kita gunakan untuk menyatakan kebiasaan. Inilah contoh mudahnya:
私 (watashi): saya
日記 (nikki): buku harian
書く (kaku): menulis
Kalimat tersebut tentu saja maksudnya “Saya menulis buku harian.” Di situ verba kaku menyatakan bahwa “menulis” merupakan aktivitas rutin. Ini beda dengan kebenaran umum, karena kebenaran umum merupakan hal yang berlaku setiap saat sedangkan rutinitas hanyalah aktivitas yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja: Di kalimat atas kita tidak bermaksud bahwa kita menulis setiap saat, tapi misalnya hanya setiap hari sebelum tidur saja.
Dengan rutinitas ini, kita tentunya bisa menyisipkan keterangan waktu:
弟 (otouto): adik laki-laki
毎朝 (maiasa): setiap pagi
牛乳 (gyuunyuu): susu (sapi)
飲む (nomu): minum
Kalimat yang berarti “Adik saya minum susu tiap pagi.” tersebut memiliki keterangan waktu maiasa (tiap pagi). Perhatikan bahwa keterangan waktu itu tinggal disisipkan tanpa perlu partikel apapun. Keterangan waktu lain yang bisa kamu gunakan contohnya adalah mainichi (毎日, tiap hari), maiban (毎晩, tiap malam), itsumo (いつも, selalu), dan tokidoki (時々, kadang-kadang). Ini contoh lainnya:
彼 (kare): dia (laki-laki)
時々 (tokidoki): kadang-kadang
ジョギング (jogingu): jogging
する (suru): melakukan
Secara sederhana kalimat tersebut bermakna “Dia terkadang jogging.” Hal menarik di sini adalah bahwa di bahasa Jepang jogingu merupakan nomina. Jadi kalau ingin menyatakan aksi jogging, kita harus menggunakan verba suru (melakukan). Verba umum suru ini akan dibahas lebih lanjut di lain kesempatan.
Bentuk taklampau juga bisa digunakan untuk menyatakan aksi masa depan. Contoh ini dengan gamblang menunjukkannya:
明日 (ashita): besok
行く (iku): pergi
Ingat, pada episode sebelumnya telah dibahas bahwa topik tidak selalu berarti subjek. Di kalimat atas, topiknya adalah “besok”. Namun jelas bahwa subjeknya bukan “besok” karena “besok” tidak mungkin “pergi” ke mana-mana. Subjeknya tidak disebutkan, jadi bisa saja “saya”, “kamu”, “dia”, atau yang lainnya. Salah satu terjemahan yang mungkin adalah “Saya akan pergi besok.”
Yang menarik di sini adalah bahwa keterangan waktu sebetulnya tidak diperlukan untuk membuat kalimat dengan kala masa depan. Inilah contohnya:
彼 (kare): dia (laki-laki)
行く (iku): pergi
Kalimat dia atas berarti “Dia akan pergi.” walaupun pada kalimat Jepangnya tidak ada kata apapun yang artinya “akan”. Ini karena bentuk taklampau memang bisa memiliki makna masa depan tanpa perlu tambahan kata apapun. Ingat hal tersebut baik-baik.
Tentunya kita bisa menyertakan lengkap pelaku beserta waktunya. Kamu bisa menggunakan contohnya kyou (今日, hari ini), ashita (明日, besok), raishuu (来週, minggu depan), raigetsu (来月, bulan depan), rainen (来年, tahun depan), dan ato de (後で, belakangan/nanti). Perhatikan bahwa ato de menggunakan partikel konteks de (“dengan cara belakangan”). Inilah contohnya:
お母さん (okaasan): ibu
今日 (kyou): hari ini
帰る (kaeru): pulang, kembali
Dengan bahasa Indonesia yang lebih alami, kalimatnya adalah “Ibu akan pulang hari ini.”
Perhatikan lagi kalimat ini:
私 (watashi): saya
日記 (nikki): buku harian
書く (kaku): menulis
Setelah dibahas bahwa bahasa Jepang tidak memerlukan kata “akan” untuk menunjuk pada masa depan, bukankah kalimat di atas juga bisa berarti “Saya akan menulis buku harian”? Tentu saja bisa, dan sekali lagi di sini kita perlu tahu konteks pembicaraannya untuk bisa tahu arti yang sebenarnya.
Dalam bahasa Jepang, kita memang harus belajar menerima bahwa kalimat-kalimat yang terpisah memiliki banyak ambiguitas. Namun jangan khawatir karena kalau kita mengikuti pembicaraan atau teksnya dari awal, konteksnya akan cukup jelas untuk mengetahui arti yang sebetulnya dimaksud. Yang penting adalah selalu berpikiran terbuka atas kemungkinan yang ada dan banyak latihan.
Di sini kita telah melihat contoh penggunaan partikel wa dengan verba. Bisa dilihat sekali lagi bahwa topik tidak selalu menunjukkan pelaku atau subjek kalimat. Kita juga telah melihat berbagai makna yang bisa disampaikan kala taklampau. Secara spesifik, bentuk taklampau sudah langsung bisa menyatakan aksi di masa depan (akan) tanpa perlu tambahan kata apapun.
Untuk lebih mempermudah pemahaman, berikut diberikan diagram yang menunjukkan tiga makna yang bisa disampaikan bentuk taklampau. Garis biru merupakan garis waktu, sedangkan titik merah menunjukkan kapan aksinya terjadi:
Di episode berikutnya, kita juga masih akan membahas seputar partikel wa.
]]>寒い (samui): dingin
歩く (aruku): berjalan
馬 (uma): kuda
走る (hashiru): berlari
鷲 (washi): burung elang
飛ぶ (tobu): terbang
鯨 (kujira): ikan paus
泳ぐ (oyogu): berenang
私 (watashi): saya
日記 (nikki): buku harian
書く (kaku): menulis
弟 (otouto): adik laki-laki
毎朝 (maiasa): setiap pagi
牛乳 (gyuunyuu): susu (sapi)
飲む (nomu): minum
毎日 (mainichi): tiap hari
毎晩 (maiban): tiap malam
いつも (itsumo): selalu
時々 (tokidoki): kadang-kadang
彼 (kare): dia (laki-laki)
ジョギング (jogingu): jogging
する (suru): melakukan
明日 (ashita): besok
行く (iku): pergi
今日 (kyou): hari ini
来週 (raishuu): minggu depan
来月 (raigetsu): bulan depan
来年 (rainen): tahun depan
後で (ato de): belakangan, nanti
お母さん (okaasan): ibu
帰る (kaeru): pulang, kembali
アニメ (anime): film kartun
見る (miru): melihat
魚 (sakana): ikan
Sekarang waktunya kita untuk berkenalan dengan partikel yang perannya vital di bahasa Jepang yaitu partikel wa (は). Di lagu Watarasebashi, dia pertama kali digunakan pada potongan anata wa di awal-awal. Kita akan berusaha membahasnya dengan rinci dan hati-hati, karena pemahaman yang salah tentang partikel ini akan menghambat studi bahasa Jepangmu.
Pertama-tama, perlu diketahui bahwa partikel wa ini ditulis dengan hiragana “ha” (は). Jadi ingat, huruf は normalnya dibaca “ha” misalnya pada kata はい (hai, iya), namun saat berfungsi sebagai partikel は dibaca “wa”.
Partikel wa disebut partikel topik. Sesuai namanya, dia digunakan untuk menentukan topik pembicaraan kita. Dengannya, kita bisa mengatakan bahwa “saya bukan guru” (topiknya “saya”), “dia bukan guru” (topiknya “dia”), atau yang lainnya. Perhatikan contoh berikut:
私 (watashi): saya
先生 (sensei): guru
Menggunakan bahasa Indonesia yang alami, kalimat di atas bisa diartikan “saya bukan guru”. Kenapa digunakan terjemahan yang aneh yaitu “mengenai saya…”? Ini karena hal yang ditandai dengan wa belum tentu merupakan subjek dalam kalimat bahasa Indonesianya. Misalnya adalah contoh berikut:
魚 (sakana): ikan
好き (suki): suka
Kalimat di atas bisa saja berarti “ikan suka ganggang (atau makanan lain yang sedang dibicarakan)”, yang berarti bahwa “ikan” adalah subjeknya. Tapi kalimat di atas bisa juga berarti “saya suka ikan”, yang berarti bahwa subjeknya adalah “saya”. Kita tidak bisa tahu apa yang sebenarnya dimaksud tanpa petunjuk tambahan.
Jangan kaget bahwa satu kalimat sederhana bisa berarti dua hal yang jauh berbeda. Di bahasa Indonesia, kalimat seperti “saya suka ikan” juga bisa berarti macam-macam: “saya suka ikan (sebagai binatang peliharaan)” maupun “saya suka ikan (untuk disantap)”. Kalau melihat suatu kalimat di bahasa Jepang, kita harus menganggapnya sebagai bagian dari suatu tulisan panjang atau percakapan. Kita hanya bisa tahu persis arti yang diinginkan dengan cara melihat konteks pembicaraan yang telah ada sebelumnya.
Terjemahan mentah yang diberikan bagi sakana wa suki adalah “mengenai ikan, suka”. Kalau dilihat lebih lanjut, sebenarnya dua kemungkinan arti yang telah dibahas sama-sama cocok dengan terjemahan mentahnya:
Nah, telah dilihat bahwa kata yang ditandai partikel wa belum tentu merupakan subjek kalimat. Oleh karenanya di awal-awal kita akan menggunakan terjemahan mentah “mengenai sesuatu, …” agar kamu tidak terjebak pemikiran yang salah. Secara khusus, jangan menganggap wa sebagai “adalah” (yang menduduki fungsi tersebut adalah da). Kalau dirasa sudah mahir, nantinya tutorial ini juga akan langsung memakai terjemahan bahasa Indonesianya yang alami.
Setelah topiknya ditentukan dengan partikel wa, maka hubungan topik tersebut dengan sisa kalimatnya bisa bermacam-macam. Kita akan mengeluarkan beberapa contoh.
私 (watashi): saya
犬 (inu): anjing
Kira-kira apa maksud kalimat tersebut? Hal pertama yang terbayang mungkin saja “Saya adalah anjing”. Ya, itu salah satu arti yang mungkin, sama seperti novel Natsume Soseki “Wagahai wa Neko de aru” yang artinya “Saya adalah kucing”. Namun kalimat tersebut juga bisa bermakna “Saya memelihara anjing”, mungkin menjawab pertanyaan “Teman-teman, kalian memelihara binatang apa saja?” yang muncul sebelumnya. Arti lain juga masih mungkin, misalnya “Saya suka anjing”.
父 (chichi): ayah
インドネシア (indoneshia): Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta
Tentu saja kalimat tersebut tidak berarti “Ayah saya adalah Indonesia” kecuali kalau kamu ingin sedikit puitis. Arti yang masuk akal misalnya “Ayah saya lahir di Indonesia” atau “Ayah saya sekarang tinggal di Indonesia”. Dan kalau memang itu bagian dari pembicaraan tentang sepak bola, bisa saja maksudnya “Ayah saya fans timnas Indonesia”.
Untuk kalimat di bawah ini, silahkan berimajinasi sendiri mengenai artinya yang mungkin:
彼女 (kanojo): dia (perempuan)
明日 (ashita): besok
Saya akan berikan suatu kemungkinannya: “Dia matinya bukan besok”. Ya, silahkan saja bayangkan sendiri settingnya, misalnya pembicaraan hidup mati seseorang antar dua malaikat. Tulis kemungkinan yang bisa kamu dapatkan di komentar ya?
Di sini kita berkenalan dengan partikel topik wa yang ditulis dengan hiragana は. Partikel itu disebut partikel “topik” dan bukan partikel “subjek” karena memang tidak selalu menunjukkan subjeknya. Kita melihat bahwa AはB tidak selalu berarti “A adalah B”. Hubungan antara A dengan B bisa apapun, tergantung konteks pembicaraannya.
Diharapkan dengan membaca episode ini kamu bisa mulai merasakan bahwa partikel wa sangatlah ampuh dan multiguna, walaupun mungkin agak misterius. Kita masih akan membahas topik-topik yang berkaitan dengan partikel wa ini untuk beberapa episode ke depan.
Kata-kata yang tadi muncul sebagai contoh didaftar di sini.
]]>あたな (anata): kamu
私 (watashi): saya
先生 (sensei): guru
魚 (sakana): ikan
好き (suki): suka
犬 (inu): anjing
父 (chichi): ayah
インドネシア (indoneshia): Indonesia
彼女 (kanojo): dia (perempuan)
明日 (ashita): besok
吾輩 (wagahai): saya (arogan)
猫 (neko): kucing
Saat membahas mengenai hiragana dan katakana, ada satu hal penting yang terlewat yaitu suara panjang. Karena itu, mari kita ganggu sejenak alur pelajarannya dengan membahas konsep tersebut.
Di bahasa Jepang terdapat suara panjang yang jika diucapkan dua kali lebih lama dibanding suara biasanya. Contohnya, jika “a” diibaratkan memakai satu ketukan, “aa” memakan waktu dua ketukan. Ingat, “aa” hanyalah “a” yang dibaca panjang, dan bukan suara “a-a” terpisah seperti pada “Aa Gym”.
Penting bagi kita untuk mengucapkan suara-suara panjang tersebut dengan benar. Sebaliknya, suara pendek jangan diucapkan dengan panjang. Jika tidak, artinya bisa berubah jauh seperti pada dua kalimat berikut: (Tata bahasanya memang belum sepenuhnya kita pelajari, jadi cukup perhatikan saja kata-katanya)
伯父さん (ojisan): paman
チーズ (chiizu): keju (Inggris: cheeze)
食べる (taberu): makan
お爺さん (ojiisan): kakek
地図 (chizu): peta
食べる (taberu): makan
Perhatikan di situ pasangan kata yang suaranya mirip yaitu ojisan (paman) vs. ojiisan (kakek) dan chizu (peta) vs. chiizu (keju). Tentu saja di sini kita sedang berbicara keluarga tikus yang memang terkadang menggerogoti kertas.
Ada berbagai cara menulis suara panjang di Jepang, yang mungkin pada awalnya cukup membingungkan. Yang pertama dan sangat alami adalah dengan menambahkan vokal yang bersangkutan. Contohnya “ku” (く) diperpanjang dengan vokal tambahan “u” (う) sehingga menjadi “kuu” (くう). Contoh kata yang menggunakan cara memperpanjang seperti ini adalah お母さん (okaasan, ibu), お兄さん (oniisan, kakak laki-laki), 空気 (kuuki, udara), お姉さん (oneesan, kakan perempuan), dan 多い (ooi, banyak).
Tapi suara panjang “o” juga bisa dituliskan dengan menambahkan vokal “u”. Misalnya, 飛行機 (pesawat terbang) dieja sebagai ひこうき (hikouki) namun cara mengucapkannya sebetulnya adalah “hikooki” (o panjang). Contoh lainnya adalah 王子 (pangeran) yang ejaannya adalah おうじ (ouji) dengan cara membacanya “ooji”. 光子 (foton/partikel cahaya) ditulis こうし (koushi) dengan cara membaca “kooshi”. Menarik untuk diketahui bahwa kebanyakan suara panjang “o” ditulis dengan cara seperti ini yaitu menambahkan “u” dan malah bukan dengan menambahkan “o”.
Suara panjang “e” juga bisa diperoleh dengan menambah vokal “i”. Contoh klasiknya adalah 先生 (sensei, guru) dan 学生 (gakusei, murid). Nah di sini perlu dicatat bahwa ada yang mengucapkan bagian “sei”-nya sempurna sebagai vokal panjang yaitu “see”, namun ada juga cara pengucapan yang lebih terdengar sebagai “sei”. Bagaimanapun cara pengucapanya, suara e+i seperti itu dikategorikan sebagai suara panjang dari vokal “e” di bahasa Jepang. “e” panjang yang ditulis sebagai “ei” juga lebih banyak dibanding “ee”.
Pada katakana, suara panjang diperoleh dengan menambahkan simbol pemanjang suara ー pada vokal apapun yang ingin diperpanjang. Contohnya adalah ケーキ (keeki, kue) dan サーバー (saabaa, server), モーニング (mooningu, pagi), dan キュート (kyuuto, imut). Bisa dilihat bahwa pada romajinya, kita menuliskan vokalnya dua kali.
Namun ada juga beberapa perkecualian. Kita kadang perlu melihat penulisan kanjinya untuk tahu cara membaca yang benar. Misalnya, verba 問う (tou, bertanya) diromanisasikan sebagai “tou”. Walaupun begitu, “u” pada kata tersebut adalah okurigana yang bisa berubah-ubah misalnya 問わない (towanai) pada bentuk negatifnya dan 問います (toimasu) pada bentuk sopannya. Dari situ jelas bahwa “tou” tersebut bukan vokal panjang sehingga pengucapan “u”-nya harus ada (seperti “towu”). Bandingkan dengan 到着 (touchaku, sampai) yang berisi vokal panjang dan dibaca “toochaku”. Pada contoh tersebut tou merupakan suara intrinsik huruf 到.
地位 (chii, kedudukan) juga bukan suara panjang. Ini karena suara “chii” terbagi pada dua huruf 地 (chi) dan 位 (i). Jadi cara membacanya “chi-i”. Bandingkan dengan 小さい (chiisai, kecil) yang memiliki suara panjang.
Tapi dua contoh perkecualian yang disebutkan sangat jarang. Jadi kalaupun kamu belum memiliki pengetahuan kanjinya, kamu bisa cukup yakin bahwa pola-pola penulisan suara panjang (“-aa”, “-ii”, “-uu”, “-ee”/”-ei”, dan “-oo”/”-ou”) memang dibaca sebagai suara panjang.
Di lagu Watarasebashi, cukup banyak suara panjang yaitu 夕日 (yuuhi, matahari terbenam), 綺麗 (kirei, indah), 公衆電話 (koushuudenwa, telepon umum), 昨日 (kinou, kemarin), 今日 (kyou, hari ini), dan 遠い (tooi, jauh). Terutama perhatikan bahwa “rei” pada kirei diucapkan sebagai “re” dan “i” namun “kou” pada koushuudenwa diucapkan sebagai “ko” dan “o”. Secara umum, suara panjang “-ei” pada lagu memang diucapkan sebagai “-e” yang disusul “i” dan bukannya “-e” dengan “e”.
Suara panjang bukan hal yang langka jadi saya rasa akan sangat mudah untuk menemukannya di lagu. Pada reff lagu Sayonara no Kawari ni, terdapat 4 baris berturut-turut yang berisi suara panjang: (Sekali lagi, untuk keperluan ini tata bahasanya tidak perlu dipusingkan dan cukup fokus ke pengucapan kata-katanya)
nigiyaka datta kyoushitsu ni wa
sayonara yuuhi ga somaru
“hajimete” o takusan kureta sensei
arigatou
Di kelas yang dulunya ramai
Matahari senja perpisahan terlihat berwarna
Kepada guruku yang memberi banyak hal baru
Terima kasih
にぎやか (nigiyaka): sibuk, penuh aktivitas
教室 (kyoushitsu): ruang kelas
さよなら (sayonara): selamat tinggal
夕日 (yuuhi): matahari terbenam
染まる (somaru): berwarna
はじめて (hajimete): untuk pertama kali
たくさん (takusan): banyak
くれる (kureru): memberi
先生 (sensei): guru
ありがとう (arigatou): terima kasih
Bisakah kamu menemukan semuanya?
Kadang-kadang nama Jepang memiliki versi bahasa Inggrisnya. Contohnya adalah nama tempat, nama perusahaan, dan nama orang. Versi bahasa Inggris tersebut tentunya ditulis dengan huruf latin, dan yang menarik di sini adalah bahwa suara panjang umumnya dihilangkan. Ini untuk memudahkan orang asing membacanya. Tentunya ini adalah romanisasi nonakademis dan bukanlah cara membaca nama Jepangnya yang sebenarnya. Kadang-kadang suara panjang “-ou” ditulis sebagai “-oh”. Coba pelajari perbedaan berikut:
Kata/Nama | Kanji | Kana | Romaji |
Yu-gi-oh | 遊戯王 | ゆうぎおう | yuugiou |
Azumanga Daioh | あずまんが大王 | あずまんがだいおう | azumanga daiou |
Tokyo | 東京 | とうきょう | toukyou |
Osaka | 大阪 | おおさか | oosaka |
Berryz Kobo | Berryz工房 | Berryzこうぼう | Berryz koubou |
Goto Maki | 後藤真希 | ごとうまき | gotou maki |
Ohe Tomomi | 大江朝美 | おおえともみ | ooe tomomi |
Kudo Shinichi | 工藤新一 | くどうしんいち | kudou shin’ichi |
Sumo | 相撲 | すもう | sumou |
Judo | 柔道 | じゅうどう | juudou |
Fujitsu | 富士通 | ふじつう | fujitsuu |
Toshiba | 東芝 | とうしば | toushiba |
Sebagai penutup, menarik untuk diketahui bahwa di bahasa Jepang suara panjang disebut 長音 (chouon) yang lucunya juga memuat suara panjang .
Untuk referensi, di sini diberikan tabel cara membuat suara panjang.
Suara vokal | Diperpanjang oleh | Contoh |
-a | あ (a) | お婆さん (obaasan, nenek) |
ー (katakana) | コンサート (konsaato, konser) | |
-i | い (i) | 小さい (chiisai, kecil) |
ー (katakana) | ニート (niito, pengangguran (NEET = Not in Education, Employment or Training)) | |
-u | う (u) | 扇風機 (senpuuki, kipas angin) |
ー (katakana) | ウーマン (uuman, wanita (woman)) | |
-e | い (i, umum) | 永遠 (eien, keabadian) |
ー (katakana) | レーザー (reezaa, laser) | |
え (e, jarang) | お姉さん (oneesan, kakak perempuan) | |
-o | う (u, umum) | 太陽 (taiyou, matahari) |
ー (katakana) | モーニング (mooningu, pagi (morning)) | |
お (o, jarang) | 通る (tooru, lewat) |
Nomina dan adjektiva terkonjugasi bisa menjadi klausa subordinat. Artinya, kita bisa menempelkannya sebelum suatu nomina untuk menerangkan nomina tersebut:
美味しい (oishii): enak, lezat
ケーキ (keeki): kue (Inggris: cake)
Ini bisa dilakukan dengan semua bentuk konjugasi yang ada kecuali:
Selain dua hal di atas, kamu bisa langsung menempelkannya. Sisa bab ini akan memberikan berbagai contohnya:
優しい (yasashii): baik hati
母 (haha): ibu
Di sini digunakan bentuk lampau dari yasashii karena ibunya sudah meninggal misalnya.
好き (suki): suka, cinta
あの (ano): itu
人 (hito): orang
ano hito secara literal berarti “orang itu”.
漫画家 (mangaka): komikus
人 (hito): orang
Di contoh ini ditunjukkan bagaimana konjugasi negatif nomina bisa langsung memodifikasi nomina lain.
男だった女 [4]
otoko datta onna
perempuan yang dulunya laki-laki
男 (otoko): laki-laki
女 (onna): perempuan
面白い (omoshiroi): menarik
映画 (eiga): film
Di sini digunakan bentuk lampau karena pembicaranya menonton filmnya kemarin misalnya.
Episode ini mengakhiri pembahasan kita tentang konjugasi dasar nomina dan adjektiva. Berikutnya kita akan membahas partikel yang memiliki peran sentral di bahasa Jepang yaitu partikel topik wa.
Kata-kata yang tadi muncul sebagai contoh didaftar di sini.
]]>美味しい (oishii): enak, lezat
ケーキ (keeki): kue (Inggris: cake)
きれい (kirei): cantik, indah, rapi
花 (hana): bunga
優しい (yasashii): baik hati
母 (haha): ibu
好き (suki): suka, cinta
あの (ano): itu
人 (hito): orang
漫画家 (mangaka): komikus
男 (otoko): laki-laki
女 (onna): perempuan
面白い (omoshiroi): menarik
映画 (eiga): film
Setelah mempelajari konjugasi dasar nomina dan adjektiva-na lalu adjektiva-i, sekarang saatnya untuk latihan. Untuk tiap soal akan diberikan kata yang harus kamu konjugasikan ke bentuk tertentu. Inilah contohnya:
Ingat, bentuk deklaratif adalah pernyataan yang sifatnya tegas, dan adjektiva-i tidak bisa ditempeli da tersebut.
Menghafal bentuk konjugasi yang banyak bisa jadi merupakan hal yang menantang. Namun semua soal di bab ini diambil dari lagu, jadi jika dirasa memudahkan hafalan kamu bisa mencoba mendengarnya digunakan pada lagu dengan mengklik simbol ♪.
初めて (hajimete): (melakukan sesuatu) untuk pertama kali
hajimete → lampau
Jawaban: hajimete datta [Memory Seishun no Hikari: ♪ | 詞] |
寂しい (samishii): merasa sendiri/kesepian
samishii → negatif lampau
Jawaban: samishikunakatta [Furusato: ♪ | 詞] |
いい (ii): baik, bagus
ii → lampau
Jawaban: yokatta (ingat, konjugasinya diturunkan dari yoi) [FIRST KISS: ♪ | 詞] |
素敵 (suteki): indah, hebat, mengagumkan
suteki → deklaratif
Jawaban: suteki da [(judul dirahasiakan): ♪ | 詞] |
うまい (umai): mahir
umai → negatif
Jawaban: umakunai [Furusato: ♪ | 詞] |
Perhatikan bahwa jouzu pada soal sebelumnya dan umai pada soal ini sama-sama berarti “mahir”, namun yang satu adalah adjektiva-na dan yang lainnya adjektiva-i.
一人 (hitori): satu orang, sendiri
hitori → negatif lampau
Jawaban: hitori janakatta [Sakura no Hanabira-tachi: ♪ | 詞] |
かっこいい (kakkoii): keren, berpenampilan baik
kakkoii → negatif
Jawaban: kakkoyokunai (konjugasinya juga diturunkan dari yoi) [HEY! Mirai: ♪ | 詞] |
同じ (onaji): sama
onaji → deklaratif
Jawaban: onaji da [Never Forget: ♪ | 詞] |
onaji bukan adjektiva-na maupun -i. Cara menggunakannya langsung menempel ke nominanya seperti onaji basho (tempat yang sama). Namun untuk konjugasi dia seperti adjektiva-na.
Pada episode lalu kita telah belajar empat konjugasi untuk nomina dan adjektiva-na. Untuk melengkapinya, sekarang kita akan mempelajari konjugasi yang serupa pada adjektiva-i.
Pertama, ingatlah bahwa adjektiva-i selalu diakhiri hiragana i. Saat mengkonjugasi, bagian tersebut akan hilang dan berganti menjadi sesuatu yang lain.
Untuk mengatakan bahwa sesuatu memang bersifat sesuatu, misalnya “bersifat berat” atau “bersifat susah”, kita menggunakan adjektiva-i apa adanya. Mudah bukan? Apa kamu ingat bahwa konjugasi keadaan benda negatif untuk nomina juga diakhiri i (janai)? Nah, kamu bisa memperlakukan adjektiva-i sebagaimana keadaan benda negatif. Misalnya, kamu tidak bisa menempelkan deklaratif da ke adjektiva-i sebab kita tahu bahwa keadaan benda negatif juga tidak disertai da.
Contoh:
重い (omoi): berat
Perhatikan bahwa pernyataan ini tidak bersifat deklaratif (tegas) sebagaimana nomina atau adjektiva-na yang diberi da.
Ada dua aturan baru untuk konjugasi adjektiva-i. Untuk bentuk negatifnya, pertama kita buang i lalu tempelkan kunai. Untuk bentuk lampaunya, buang i lalu tambahkan katta. Karena kunai juga diakhiri i, kamu bisa menganggap bentuk negatifnya sebagai suatu adjektiva-i baru. Jadi aturan konjugasi lampau negatif sama dengan aturan konjugasi lampau positif.
Positif | Negatif | |||
---|---|---|---|---|
Taklampau | takai | bersifat tinggi | takakunai | tidak tinggi |
Lampau | takakatta | waktu itu tinggi | takakunakatta | waktu itu tidak tinggi |
高い (takai): tinggi, mahal
Inilah contohnya:
美味しい (oishii): lezat
難しい (muzukashii): susah
Contoh di atas bisa saja merupakan jawaban dari “Bagaimana ujian kemarin?”, dan dalam kasus tersebut “waktu itu” tentunya mengacu pada “kemarin”.
楽しい (tanoshii): menyenangkan
Ada satu adjektiva-i yang aturan konjugasinya beda yaitu ii yang artinya “baik”. Kata tersebut muncul setiap saat, jadi perkecualiannya penting untuk diingat. Kata tersebut dulunya adalah yoi, dan entah kenapa semua konjugasi untuk ii masih tetap diturunkan dari yoi. Menarik untuk diketahui bahwa ii dan yoi kanjinya sama yaitu 良い. Namun karenya ii lebih sering ditulis dengan hiragana (いい) kanji tersebut umumnya dibaca yoi.
Kata lain yang juga berperilaku seperti ii adalah kakkoii (keren, berpenampilan baik) karena kata tersebut dibentuk dari kakkou (格好, penampilan) dan ii (いい, baik).
Positif | Negatif | |
---|---|---|
Taklampau | ii | yokunai |
Lampau | yokatta | yokunakatta |
Positif | Negatif | |
---|---|---|
Taklampau | kakkoii | kakkoyokunai |
Lampau | kakkoyokatta | kakkoyokunakatta |
Perhatikan bahwa yokatta, yang bisa diinterpretasikan sebagai “keadaan yang telah terjadi bersifat baik“, sering digunakan sebagai ungkapan yang artinya “syukurlah” (misalnya “syukurlah kamu tidak terluka”).
Kamu telah belajar empat konjugasi dasar untuk adjektiva-i. Sayangnya di lagu Watarasebashi tidak ada adjektiva-i dalam bentuk yang terkonjugasi. Namun jangan khawatir karena nanti akan ada soal latihan yang mengambil materi dari karya nyata misalnya lagu dan cerita.
(Tulisan ini dibuat berdasarkan bab yang bersesuaian pada Tutorial Bahasa Jepang Tae Kim)
Kata-kata yang tadi muncul sebagai contoh didaftar di sini.
]]>重い (omoi): berat
高い (takai): tinggi, mahal
美味しい (oishii): lezat
難しい (muzukashii): susah
楽しい (tanoshii): menyenangkan
良い (yoi, ii): baik
いい (ii): baik
かっこいい (kakkoii): keren, berpenampilan baik
Sekarang kita akan belajar cara menyatakan keadaan benda, yaitu mengatakan bahwa sesuatu memang sesuatu (misalnya “dia adalah murid”) dan bahwa sesuatu bukanlah sesuatu (misalnya “dia bukan murid”). Yang akan kita pelajari lebih dulu adalah bagian “adalah murid” dan “bukan murid”-nya.
Kita butuh cukup banyak pengetahuan baru untuk bisa memamahi sisa dari kalimat pertama di Watarasebashi. Tapi paling tidak, setelah membaca bagian ini kamu bisa tahu maksud datta yang ada di bagian akhir kalimat pertama tersebut.
Untuk menyatakan bahwa sesuatu memang sesuatu, kita menempelkan da (だ) ke nomina atau adjektiva-na. Untuk adjektiva-i, aturannya beda dan akan kita pelajari belakangan. Nah, sebetulnya aturan tata bahasa untuk nomina dan adjektiva-na tidak hanya sama pada kasus ini. Untuk sebagian besar kasus, aturan bagi nomina dan adjektiva-na persis sama. Jadi selama tidak disebutkan secara eksplisit bahwa aturannya berbeda, kamu boleh berasumsi bahwa nomina dan adjektiva-na berperilaku sama.
Tempelkan 「だ」 ke nomina atau adjektiva-na
isha → isha da (adalah dokter)
taisetsu → taisetsu da (bersifat penting)
医者 (isha): dokter
大切 (taisetsu): penting
Inilah contohnya:
歌手 (kashu): penyanyi
黒い (kuroi): hitam
本 (hon): buku
簡単 (kantan): mudah, sederhana
Pada contoh di atas, perhatikan bahwa kashu dan hon adalah nomina sedangkan kantan adalah adjektiva-na. Fungsi da kurang lebihnya sama seperti “adalah” di dua contoh pertama dan “bersifat” pada contoh 3. Intinya, da mengiyakan bahwa sesuatu memang sesuatu. Namun ada satu hal penting yang perlu kamu ingat:
Ini sebetulnya juga sama pada bahasa Indonesia. Kita bisa menghilangkan “adalah” pada “dia adalah penyanyi” sehingga menjadi “dia penyanyi”. Lalu, “bersifat” pada “soal ini bersifat mudah” bisa dihilangkan sehingga hasilnya “soal ini mudah”.
Pada bahasa Indonesia, kata “adalah” tidak berhubungan dengan jenis kelamin maupun kesopanan. Namun di bahasa Jepang nuansa yang diberikan jauh berbeda. Keberadaan da membuat kalimatnya terdengar lebih tegas, memaksa, dan dengan kata lain deklaratif. Oleh karenanya, yang lebih sering menggunakan da di akhir kalimat adalah laki-laki. Di bahasa Jepang, gaya bahasa tegas juga berarti tidak sopan. Oleh karenanya, saat nanti belajar gaya bahasa sopan kita akan melihat bahwa da tidak digunakan sebagai akhiran kalimat. Terakhir, karena da digunakan untuk membuat pernyataan, secara umum kamu tidak bisa menggunakannya saat bertanya.
Di bahasa Jepang, bentuk negatif dan lampau dinyatakan melalui perubahan bentuk atau konjugasi. Nomina dan adjektiva bisa dikonjugasi ke bentuk negatif untuk menyatakan bahwa sesuatu bukan X dan ke bentuk lampau untuk menyatakan bahwa sesuatu dulunya X. Mungkin kedengarannya aneh, tapi konjugasi-konjugasi tersebut tidak memiliki konotasi deklaratif sebagaimana da. Kita bisa menggabungkan konjugasi-konjugasi tersebut dengan da untuk membuatnya deklaratif, tapi caranya tidak akan dibahas di episode ini.
Pertama, untuk bentuk negatif, kamu hanya perlu menempelkan janai ke nomina atau adjektiva-na. Pada bahasa Indonesia, ini akan menjadi “bukan” seperti pada “dia bukan penyanyi” atau “tidak” seperti pada “soal ini tidak mudah”.
Tempelkan janai ke nomina atau adjektiva-na
sakana → sakana janai (bukan ikan)
jouzu → jouzu janai (tidak mahir)
魚 (sakana): ikan
上手 (jouzu): mahir
Ini contohnya:
友達 (tomodachi): teman
きれい (kirei): cantik
Di bahasa Indonesia, untuk menyatakan keadaan di masa lalu digunakan keterangan waktu seperti “tadi”, “tahun lalu”, “dulu”, dan “waktu itu”. Contohnya adalah “ujiannya kemarin mudah”. Di bahasa Jepang, keterangan waktu juga bisa diberikan. Namun yang wajib dilakukan adalah mengubah katanya ke bentuk lampau. Jadi walaupun sudah ada keterangan waktu, jangan lupa untuk tetap mengubah katanya ke bentuk lampau.
Untuk mengatakan bahwa sesuatu dulunya sesuatu, datta ditempelkan ke nomina atau adjektiva-na. Kita akan secara bebas menggunakan penanda waktu “dulu” maupun “waktu itu” pada terjemahannya.
Untuk mengatakan bentuk negatif lampau (dulunya bukan), bentuk negatifnya dikonjugasi menjadi bentuk negatif lampau dengan membuang i dari janai dan menambahkan katta.
Ini contohnya:
先生 (sensei): guru
約束 (yakusoku): janji
守る (mamoru): melindungi, menjaga
人 (hito): orang
Perhatikan bahwa di bahasa Jepang digunakan ungkapan “melindungi janji” (yakusoku o mamoru) yang di bahasa Indonesia umumnya adalah “menepati janji”.
Perlu diperhatikan bahwa bentuk lampau di bahasa Jepang sama sekali tidak mengatakan apapun tentang keadaannya yang sekarang. Misalnya pada contoh terakhir kalimatnya diartikan sebagai “waktu itu tidak cantik”. Bagaimana keadaanya sekarang? Apakah sekarang cantik atau tidak? Nah, janakatta sama sekali tidak bisa menjawab hal tersebut. Ini sama dengan contoh di atasnya yaitu sensei datta. Bisa saja sekarang juga masih guru, namun bisa juga sekarang sudah berhenti jadi guru.
Pada kalimat pertama lirik Watarasebashi, kamu bisa menjumpai suki datta. Ini adalah datta yang baru saja kita pelajari, yaitu pernyataan keadaan positif lampau. Namun pembahasan lengkapnya masih akan ditahan karena kita perlu tahu lebih lanjut tentang adjektiva-na suki (suka), terutama mengenai cara penggunaannya yang umum.
Kita telah belajar mengkonjugasikan keadaan benda ke empat bentuk yang mungkin. Inilah tabel ringkasan konjugasi yang dipelajari di bab ini.
Positif | Negatif | |||
---|---|---|---|---|
Taklampau | gakusei (da) | adalah murid | gakusei janai | bukan murid |
Lampau | gakusei datta | waktu itu murid | gakusei janakatta | waktu itu bukan murid |
(Tulisan ini dibuat berdasarkan bab yang bersesuaian pada Tutorial Bahasa Jepang Tae Kim)
Kata-kata yang tadi muncul sebagai contoh didaftar di sini.
]]>医者 (isha): dokter
大切 (taisetsu): penting
歌手 (kashu): penyanyi
黒い (kuroi): hitam
本 (hon): buku
簡単 (kantan): mudah, sederhana
魚 (sakana): ikan
上手 (jouzu): mahir
友達 (tomodachi): teman
きれい (kirei): cantik
先生 (sensei): guru
約束 (yakusoku): janji
守る (mamoru): melindungi, menjaga
人 (hito): orang
学生 (gakusei): murid
Sekarang kita akan belajar partikel o yang menandakan objek langsung. Objek langsung adalah benda yang dikenai aksi suatu verba, misalnya “ikan” pada “saya makan ikan” dan “tembok” pada “dia memukul tembok”.
Partikel o ini di bahasa Jepang ditulis dengan hiragana を (wo). Namun pada prakteknya di percakapan dia umumnya diucapkan “o”, dan karenanya kita akan menggunakan romanisasi o. Tapi ingat, pengucapan “wo” juga akan kamu temui dan sepertinya pada lagu-lagu partikel ini malah lebih sering diucapkan sebagai “wo”. Pada baris pertama lagu Watarasebasi misalnya, partikel ini diucapkan sebagai “wo”.
Sama seperti partikel de, partikel ini juga ditempelkan di belakang nomina yang ingin ditandai. Inilah contohnya.
魚 (sakana): ikan
手 (te): tangan
食べる (taberu): makan
Ingat, karena peran katanya ditunjukkan dengan partikel, kita bisa dengan bebas menukar lokasinya. Yang penting verbanya ada di akhir.
Pada semua contoh di atas, kita tahu bahwa ikan adalah objek langsungnya karena dia ditempeli o. Walaupun letaknya pada kalimat berubah, tidak akan ada kesalahpahaman atau perubahan arti.
Inilah beberapa contoh lain penggunaan partikel o.
壁 (kabe): tembok
打つ (utsu): memukul
動物 (doubutsu): hewan
愛 (ai): cinta
する (suru): melakukan
人々 (hitobito): orang-orang
Perhatikan bahwa ai adalah nomina. Dengan diberi suru dia menjadi verba. Jadi arti literal ai suru adalah “melakukan cinta”. Namun dengan konstruksi seperti ini akan lebih mudah kalau kamu menganggap seluruh kombinasi nomina+suru sebagai suatu verba. Pada contoh di atas, anggap ai suru sebagai suatu verba yang artinya “mencintai”. Tentu saja, bentuk lengkap “melakukan cinta” adalah ai o suru dan kamu juga akan menjumpai bentuk yang menggunakan o tersebut.
有名 (yuumei): terkenal
小説 (shousetu): novel
読む (yomu): membaca
Perlu diketahui bahwa apa yang merupakan objek langsung di bahasa Indonesia belum tentu diekspresikan dengan sama di bahasa Jepang. Sebagai contoh, pada frasa bahasa Indonesia “menjadi dokter”, verba “menjadi” didampingi objek langsung “dokter”. Tapi di bahasa Jepang, verba naru (menjadi) tidak menggunakan objek langsung. Dengan kata lain, untuk menandai isha (dokter) pada frasa “menjadi dokter” tidak digunakan partikel o namun partikel lain (akan dipelajari belakangan). Kalau ragu, saran saya adalah melihat contoh-contoh kalimat agar mengetahui partikel yang benar untuk suatu verba. Kamus yang memiliki contoh kalimat misalnya Yahoo! Jisho, WWWJDIC (cari katanya lalu klik pranala [Ex]), dan ALC. Jangan kaget kalau partikelnya tidak sesuai dengan yang kamu harapkan karena cara berpikir di bahasa Jepang memang berbeda dengan cara berpikir di bahasa Indonesia.
Tidak seperti konsep objek langsung di bahasa Indonesia, tempat juga bisa menjadi objek langsung verba gerakan seperti aruku (berjalan) dan hashiru (berlari). Ini artinya kita bergerak melalui atau melintasi tempat tersebut. Bayangkan saja o menandakan objek injak-injakan kaki kita saat bergerak.
街 (machi): kota
ぶらぶら (burabura): tanpa tujuan
歩く (aruku): berjalan
高速 (kousoku): kecepatan tinggi
道路 (douro): jalan
走る (hashiru): berlari
Baris pertama lirik Watarasebashi adalah sebagai berikut:
Bisa dilihat bahwa o menempel pada yuuhi (matahari terbenam). Ini artinya “matahari terbenam (yang dilihat dari jembatan Watarase)” menjadi objek langsung dari suatu aksi. Apakah aksinya itu?
Kalimat pertama pada lagu Watarasebashi terdiri dari baris pertama dan kedua. Namun kalau kamu menyelidiki kata-kata yang ada di baris kedua, sebetulnya tidak ada verba di situ. Loh, kok bisa? Kalau tidak ada verba, lalu untuk apa partikel o-nya? Iya, ini memang bisa terjadi karena kalimat pertama di lirik Watarasebashi ternyata menggunakan tata bahasa yang cukup unik. Nanti misteri ini akan kita buka pelan-pelan.
Partikel o menandai bahwa suatu kata adalah objek langsung. Bagi verba gerakan seperti aruku (berjalan), objek langsung maksudnya adalah tempat yang dilalui atau dilintasi. Terakhir, kita harus hati-hati karena verba-verba tertentu yang di bahasa Indonesia menggunakan objek langsung seperti “menjadi” ternyata tidak menggunakan partikel o di bahasa Jepang.
Kata-kata yang tadi muncul sebagai contoh didaftar di sini.
]]>魚 (sakana): ikan
手 (te): tangan
食べる (taberu): makan
壁 (kabe): tembok
打つ (utsu): memukul
動物 (doubutsu): hewan
愛 (ai): cinta
する (suru): melakukan
人々 (hitobito): orang-orang
有名 (yuumei): terkenal
小説 (shousetu): novel
読む (yomu): membaca
医者 (isha): dokter
なる (naru): menjadi
街 (machi): kota
ぶらぶら (burabura): tanpa tujuan
歩く (aruku): berjalan
高速 (kousoku): kecepatan tinggi
道路 (douro): jalan
走る (hashiru): berlari
Pada bahasa Jepang, saat suatu nomina dimodifikasi oleh klausa subordinat verba, belum tentu nominanya adalah pelaku dari aksinya. Di episode sebelumnya, terdapat contoh berikut:
お箸 (ohashi): sumpit
食べる (taberu): makan
人 (hito): orang
Verbanya adalah “makan”, dan dalam contoh tersebut nomina yang dimodifikasi yaitu “orang” memang menjadi pelaku dari “makan”. Tapi lihat contoh berikutnya dari lagu Shabondama:
愛 (ai): cinta
する (suru): melakukan
人 (hito): orang
Karena ai suru artinya “mencintai”, maka mungkin kamu menebak bahwa artinya adalah “orang yang mencintai”. Tapi itu bukan artinya! Pada frasa tersebut, “orang” ternyata bukanlah pelaku dari “mencintai”, tapi malah objek dari aksi “mencintai” tersebut. Pelakunya tersirat yaitu “aku”, penyanyi dari lagu tersebut. Jadi artinya sebetulnya adalah “orang yang aku mencintainya” atau mudahnya “orang yang kucintai”.
Karena hubungan yang fleksibel antara nomina dengan klausa subordinat ini, cara untuk mengetahui makna sebenarnya tentunya dengan menyimpulkan sendiri dari konteks yang ada. Jangan khawatir karena kalau sudah terbiasa, ini sebetulnya tidak sesusah yang dibayangkan. Ini contoh lainnya:
生きる (ikiru): hidup
証 (akashi): bukti
Perhatikan bahwa artinya bukanlah “bukti yang hidup”. Lagi-lagi di sini pelaku verbanya yaitu “kita” tidak tertulis tetapi disimpulkan sendiri.
Dengan pengetahuan baru ini, sekarang kita bisa mengartikan lirik Watarasebashi:
見る (miru): melihat
夕日 (yuuhi): matahari terbenam
Jelas “matahari terbenam” tidak bisa melihat. Karena itu yang melihat pastilah orang, sedangkan “matahari terbenam” malah objek yang dilihat! Jadi terjemahan literalnya adalah “matahari terbenam yang melihatnya di Jembatan Watarase”. Kalau kita ingin menginterpretasikannya menjadi bahasa Indonesia yang enak didengar, maka kita bisa mengubahnya menjadi “matahari terbenam yang dilihat dari Jembatan Watarase”. Sekarang semuanya masuk akal kan?
Inilah diagram yang menunjukkan bagaimana suatu klausa subordinat menjelaskan suatu nomina. Seperti telah kita ketahui, cara kerjanya sama persis dengan adjektiva:
Saat klausa subordinat mendeskripsikan nomina, tata bahasa Jepang tidak mendefinisikan peran yang pasti untuk nominanya. Bisa saja dia menjadi pelaku dari aksi yang ada, bisa saja dia menjadi objeknya, atau bahkan yang lainnya. Arti yang dimaksud harus disimpulkan sendiri dari konteks yang ada.
Kata-kata yang tadi muncul sebagai contoh didaftar di sini.
]]>お箸 (ohashi): sumpit
食べる (taberu): makan
愛 (ai): cinta
する (suru): melakukan
人 (hito): orang
見る (miru): melihat
夕日 (yuuhi): matahari terbenam
[Pada seri tutorial ini, kita akan belajar bahasa Jepang dari nol dengan menggunakan lagu Watarasebashi sebagai materinya. Karena pembahasan tiap episode dibangun dari pembahasan-pembahasan sebelumnya, saya menyarankan agar kamu mengikutinya dari episode pertama.]
Di episode sebelumnya kita telah melihat bagaimana adjektiva bisa menerangkan sifat nomina. Hal yang sama juga bisa dilakukan dengan mudah oleh suatu klausa yang diakhiri verba. Misalnya kita punya klausa berikut:
自転車 (jitensha): sepeda
通う (kayou): pulang pergi (ke sekolah, tempat kerja, dsb)
Klausa itu bisa digunakan untuk menerangkan nomina misalnya gakusei:
学生 (gakusei): murid
Klausa subordinatnya ditandai dengan warna beda. Seperti yang bisa dilihat, kita tinggal memperlakukan klausanya layaknya suatu adjektiva! Aturan peletakannya juga sama yaitu sebelum nominanya. Dengan ini kemampuan berekspresi kita menjadi jauh lebih luas! Inilah contoh-contoh lainnya:
冬眠 (toumin): hibernasi
する (suru): melakukan
動物 (doubutsu): binatang
Perhatikan bahwa toumin adalah nomina yang artinya “hibernasi”. Dengan diberi verba suru, maka artinya menjadi “melakukan hibernasi” atau sederhananya “berhibernasi”. Banyak sekali nomina yang bisa diubah menjadi verba dengan diberi suru, misalnya benkyou (belajar, nomina) yang menjadi benkyou suru (belajar, verba) dan ai (cinta) yang menjadi ai suru (mencintai).
お箸 (ohashi): sumpit
食べる (taberu): makan
人 (hito): orang
Sumpit bisa disebut hashi maupun ohashi. Kata-kata tertentu memang sering diberi prefix o-, seperti bentou (makanan dalam kotak) yang sering juga disebut obentou. Yang diberi o- terdengar lebih sopan.
ストロー (sutoroo): sedotan (Inggris: straw)
飲む (nomu): minum
女 (onna): wanita, perempuan
シーワールド (shii waarudo): Sea World
泳ぐ (oyogu): berenang
イルカ (iruka): lumba-lumba
低い (hikui): rendah
声 (koe): suara
唸る (unaru): menggeram
人狼 (jinrou): manusia serigala
Nah sekarang kita kembali ke lirik Watarasebashi. Kita punya:
yuuhi berarti “matahari terbenam”. Loh, lalu apakah artinya jadi “matahari terbenam yang melihat di Jembatan Watarase“? Tentu ini tidak masuk akal karena matahari tidak mungkin bisa melihat (kecuali kalau kita bicara kiasan atau fantasi, tapi bukan itu kasusnya di lagu ini). Lalu terlebih lagi matahari tidak bisa datang ke Jembatan Watarase. Ilmu dasarnya telah kita pelajari di episode ini, namun jawabannya harus menunggu di episode berikutnya karena memerlukan penjelasan tambahan.
Klausa yang diakhiri verba bisa digunakan layaknya adjektiva. Dengan meletakkannya sebelum nomina, kita bisa menggambarkan nomina tersebut dengan cukup kompleks.
Kata-kata yang tadi muncul sebagai contoh didaftar di sini.
]]>自転車 (jitensha): sepeda
通う (kayou): pulang pergi (ke sekolah, tempat kerja, dsb)
学生 (gakusei): murid
冬眠 (toumin): hibernasi
する (suru): melakukan
動物 (doubutsu): binatang
勉強 (benkyou): belajar
愛 (ai): cinta
お箸 (ohashi): sumpit
食べる (taberu): makan
人 (hito): orang
弁当 (bentou): makanan dalam kotak
ストロー (sutoroo): sedotan (Inggris: straw)
飲む (nomu): minum
女 (onna): wanita, perempuan
シーワールド (shii waarudo): Sea World
泳ぐ (oyogu): berenang
イルカ (iruka): lumba-lumba
低い (hikui): rendah
声 (koe): suara
唸る (unaru): menggeram
人狼 (jinrou): manusia serigala