Matahari terbenam dilihat dari Jembatan Watarase
[Pada seri tutorial ini, kita akan belajar bahasa Jepang dari nol dengan menggunakan lagu Watarasebashi sebagai materinya. Karena pembahasan tiap episode dibangun dari pembahasan-pembahasan sebelumnya, saya menyarankan agar kamu mengikutinya dari episode pertama.]
Akhirnya kita sampai pada pembahasan liriknya! Pertama-tama, perlu diketahui bahwa dalam lagu seringkali satu kalimat dipecah menjadi beberapa baris. Nah, kalimat pertama yang akan kita pelajari terdiri dari baris pertama dan kedua pada lagu tersebut:
Audio clip: Adobe Flash Player (version 9 or above) is required to play this audio clip. Download the latest version here. You also need to have JavaScript enabled in your browser.
watarasebashi de miru yuuhi o anata wa totemo suki datta wa
Kamu dulu sangat senang dengan matahari terbenam di Jembatan Watarase
[Download potongan lagunya: watarasebashi-001.mp3 (226 KB)]
Terjemahan yang diberikan di atas sebetulnya bukan terjemahan literalnya, tapi terjemahan yang terdengar enak dan alami di bahasa Indonesia. Ini adalah aturan emas penerjemahan: hasil terjemahanmu harus terdengar alami. Hal tersebut terutama penting dengan bahasa Jepang, karena banyak ide-ide dasar yang diekspresikan dengan cara yang jauh berbeda dibandingkan bahasa Indonesia. Untuk mengatakan “harus makan”, misalnya, orang Jepang sebetulnya mengatakan “jika tidak makan, tidak baik”. Kalau terjemahan mentahnya digunakan, tentu terdengar ganjil.
Kita akan menggunakan konvensi tersebut di tutorial ini. Saat membahas kalimat baru dari lagunya, yang pertama kali akan diberikan adalah terjemahan bagusnya agar kamu punya gambaran jelas mengenai kalimatnya. Baru setelahnya kita akan mempelajarinya dari kacamata pelajar bahasa dan menyelidiki arti mentah yang sebetulnya dikandung kalimat tersebut.
Urutan dalam kalimat
Di bahasa Indonesia, kalimatnya menggunakan struktur SUBJEK VERBA OBJEK
. Contohnya adalah “saya makan ikan”. Posisi subjek dan objeknya sangat penting, sebab mengubah urutannya bisa menghasilkan kalimat yang artinya lain seperti “ikan makan saya”.
Namun di bahasa Jepang, aturan utama dalam susunan kalimat hanya satu: verba (kata kerja) harus diletakkan di belakang. Sudah, itu saja! Mengenai subjek, objek, dan lainnya, semuanya muncul sebelum verba dan bisa dalam urutan apapun. Jadi bisa saja strukturnya SUBJEK OBJEK VERBA
atau bahkan OBJEK SUBJEK VERBA
tanpa ada perubahan arti. Kita akan melihat nanti bahwa ini bisa dilakukan karena peran tiap kata ditandai dengan partikel (dan kita akan mempelajari salah satunya di sini).
Jadi buang segala asumsi atau ajaran bahwa urutan kalimat di bahasa Jepang harus begini atau begitu. Yang penting hanya satu yaitu verba harus di akhir. Itu akan menyelamatkanmu dari banyak masalah saat berusaha memahami bahasa Jepang.
Partikel de (で) untuk menyatakan alat dan lokasi
Partikel de (で) pada dasarnya menyatakan konteks suatu aksi. Kalau seseorang makan, dengan alat apa dia makan? Kalau seseorang pergi, dengan kendaraan apa? Alat yang digunakan ditandai de seperti pada contoh berikut:
hashi de taberu
Makan dengan sumpit.
箸 (hashi): sumpit
食べる (taberu): makan
Partikel ditempel di belakang kata yang ingin ditandai. Dalam hal ini de menempel di belakang hashi (sumpit). Saat kata diberi partikel, bayangkan bahwa mereka kini menjadi satu kesatuan dengan partikelnya seperti ilustrasi berikut:
Kalau bisa tergambar semacam ikatan seperti pada diagram-diagram kimia (H-O-H), maka penulisannya adalah hashi-de taberu dan bukan hashi de-taberu. Terakhir, perhatikan bahwa verbanya yaitu taberu (makan) diletakkan di akhir seperti yang sudah kita bahas.
(Kalau kamu masih ingat, hashi juga berarti jembatan. Tapi penulisan kanjinya beda, 橋 untuk jembatan dan 箸 untuk sumpit. Ini bukan hal yang langka di bahasa Jepang: banyak sekali kata-kata yang bunyinya sama namun artinya berbeda.)
Ini contoh lain:
basu de iku
Pergi dengan bis.
バス (basu): bis
行く (iku): pergi
Pada kedua contoh di atas, konteksnya adalah alat. Namun, konteks juga bisa menunjukkan lokasi. Kalau seseorang bermain, di mana dia bermain? Partikel de memberikan informasi tersebut, seperti pada contoh-contoh berikut:
resutoran de nomu
Minum di restoran.
レストラン (resutoran): restoran
飲む (nomu): minum
kaerimichi de au
Bertemu di jalan pulang.
帰り道 (kaerimichi): jalan pulang
会う (au): bertemu
Dengan pengetahuan ini, kita sudah bisa memahami sepotong dari lagu Watarasebashi:
watarasebashi de miru
melihat di Jembatan Watarase
渡良瀬橋 (watarasebashi): Jembatan Watarase
見る (miru): melihat
Mudah bukan?
Ada satu perkecualian yang perlu diketahui. Untuk menyatakan keberadaan (“ada”), misalnya “ada di rumah”, tidak digunakan partikel de untuk menandai lokasinya. Kasus penting ini akan dibahas di artikel lain.
Penutup
Partikel menunjukkan peran kata dalam kalimat dan digunakan secara ekstensif di bahasa Jepang. Menguasai berbagai jenis partikel yang ada akan menjadi salah satu tema utama dalam menguasai bahasa Jepang. Di sini kita telah belajar partikel konteks de yang menandai bahwa suatu kata berfungsi sebagai alat atau sebagai lokasi kejadian.
Lampiran: daftar kata
Kata-kata yang tadi muncul sebagai contoh didaftar di sini.
箸 (hashi): sumpit
食べる (taberu): makan
橋 (hashi): jembatan
バス (basu): bis
行く (iku): pergi
レストラン (resutoran): restoran
飲む (nomu): minum
帰り道 (kaerimichi): jalan pulang
会う (au): bertemu
渡良瀬橋 (watarasebashi): Jembatan Watarase
見る (miru): melihat
Tags: de, partikel, urutan kata pada kalimat, verba, で
[...] Yumeko Belajar budaya dan bahasa Jepang bersama « Tutorial Watarasebashi #12 – Partikel konteks de (で) [...]
tks ya yumekosan, blog ini sgt membantu saya dalam belajar bahasa jepang,oya saya mau tanya ada tidak buku panduan khusus mengenai cara menerjemahkan dr bhs indonesia ke jepang? saya masih sgt lemah sekali dalam hal menerjemahkan karena belum begitu mengerti sekali kimochinya orang jepang walaupun saya pernah ke sekolah di jepang 1.5thn,saya merasa masih kurang sekali terimakasih sebelumnya
mercy
Terima kasih juga atas kunjungannya. Maaf tapi saya belum pernah tahu buku yang topiknya khusus hal tersebut. Memang untuk menghasilkan terjemahan yang baik, kita perlu betul-betul paham bahasa dan juga budaya keduanya .
[...] seperti partikel de, partikel ini juga ditempelkan di belakang nomina yang ingin ditandai. Inilah contohnya. [...]
[...] (来年, tahun depan), dan ato de (後で, belakangan/nanti). Perhatikan bahwa ato de menggunakan partikel konteks de (”dengan cara belakangan”). Inilah contohnya: お母さんは今日帰る。 okaasan wa [...]
lagunya cuma sepotong tu aja ya? yg lainnya ?
hoteru ni tomatta
hoteru de tomatta
yang bener pake “ni” koq gak pake “de”
penjelasannya gimana?
saya sering bingung klo pake に atau で
trimakasih.
Ini memang point yang menarik.
Beberapa verba “keberadaan” seperti “iru” (ada) dan “sumu” (tinggal) memang menggunakan partikel “ni”. Begitu juga “tomaru” (menginap/tinggal di hotel dll) yang menunjukkan keberadaan, menggunakan “ni” juga. Makannya di artikel ditulis:
> Untuk menyatakan keberadaan (”ada”),
> misalnya “ada di rumah”, tidak digunakan partikel de untuk
> menandai lokasinya. Kasus penting ini akan dibahas di artikel lain.
Secara umum verba keberadaan (ada, tinggal, dll) menggunakan “ni” dan verba lainnya (makan, berolahraga, dll) menggunakan “de” untuk menunjukkan lokasi .
Kalau tidak yakin dengan penggunaan partikel suatu verba, bisa coba dicek contoh kalimat di WWWJDIC: http://www.csse.monash.edu.au/~jwb/cgi-bin/wwwjdic.cgi?1C
PS: lagu lengkapnya bisa didapat di episode2 awal tutorial ini…
[...] Aneh? Itu adalah judul artikel Slashdot Jepang tentang suatu penelitian. Saat berbicara, orang pasti melihat lawan bicaranya untuk menangkap petunjuk-petunjuk emosi tertentu. Nah ternyata orang Jepang cenderung melihat mata lawan bicaranya sedangkan orang Amerika mulut. Sampingan: Tentang partikel konteks de [...]
hontou ni sugoii
saluut buat mas Agro..